Wednesday, May 14, 2014

Lingerie

                                                                          *dimuat di majalah Media Kawasan



      “Sayang, aku keluar ya? Bentar doang kok. Aku nggak enak sama temenku. Boleh, ya? Please…”
Faya cemberut. “Aku pingin berdua sama kamu malam ini…” Ia berkata lirih. Raut wajahnya kelam.
“Tenang, aku nggak menginap. Cuma main billiard kok. Janji, tiga jam lagi aku pulang. Bye, hon!” Sebuah kecupan mendarat di pipi Faya sebelum lelaki itu beranjak pergi.
Faya hendak mengucapkan sesuatu, namun yang keluar hanya helaan nafas yang panjang. Malam ini adalah malam yang ditunggu-tunggu olehnya, malam yang seharusnya dirayakan mereka berdua.


Tuesday, May 8, 2012

Kesambet Jin Korea


                                          *dimuat di majalah Media Kawasan Edisi September 2011


“Dellaaaaaaaaa…!!” aku berteriak.
“Ninaaaaaaaaa…!!” balas teriaknya di seberang sana.
Obrolan selanjutnya pun diwarnai dengan teriakan-teriakan tak kunjung selesai. Sampai suara kami berdua terasa mau habis, aku pun menyudahi pembicaraan.
“Gue kerumah loe sekarang!” tantangku.
“Siapa takut?”
“Oleh-oleh siap?”
“Siaaaap!!”
“Meluncur.”
Klik. Telefon kututup.
Cuma 10 menit naik motor ke rumah Della. Aku tidak sabar ketemu sama anak semprul satu itu, sahabatku sejak SMP. Dia baru pulang dari Mesir setelah tiga tahun ikut ayahnya dinas disana. Dalam benakku sudah membayangkan oleh-oleh apa yang dia bawa darisana untukku. Cinderamata dari Mesir pasti unik-unik.

Thursday, January 6, 2011

Writing Session Club: Ibu Yang Sebenarnya

Ibu melindungiku ketika kukecil.

Ibu mengarahiku ketika ku remaja.

Ibu melepasku ketika ku dewasa.




.....Aku menikah. 
>>more

Saturday, December 18, 2010

Writing Session Club: Mulut yang Terkunci

Ayahku bercerita, dulu ketika aku duduk di bangku sekolah dasar, hasil ujian PPKn yang diterima ayahku membuat seluruh anggota keluargaku tergelak. Dan setiap tahun setelah kejadian itu, ayah pasti bercerita lagi kepadaku di hari aku berulang tahun. Dan lucunya, setiap ayah menceritakan hal yang sama setiap tahun, ia masih saja tergelak. Sementara aku yang sudah kuliah ini merasa sangat bosan dan bereaksi datar-datar saja. Tak jarang aku memintanya berhenti mengulang-ngulang cerita itu.
                Salah satu soal pertanyaan essay itu  adalah: Siapakah Presiden Republik Indonesia?

Tuesday, November 23, 2010

Writing Session Club: Reuni Alam

Writing Session Club: Reuni Alam


Sayup-sayup suara lonceng berbunyi di telingaku. Aku pergi ke tempat sumber suara. Ranting jatuh melukai benda mati. Biarkan saja. Bagaimana dengan benda hidup di dalamnya? Sudah bukan tugasku. Kutinggalkan tempat itu. Heh, kirain apa.
Aku terbang menuju Wasior. Kuhela nafasku ketika dia bilang Aku masih ingin main-main sebentar lagi. Seperti anak kecil saja. Tapi memang dia masih kecil. Makhluk air selalu tampak seperti anak kecil olehku. Aku tertawa mengingat bagaimana manusia sering mengatakan anak kecil suka main air. Bagaimana pun anak kecil memang selalu senang bermain dengan sesamanya.
Tapi sebentar. >> see more

Thursday, September 23, 2010

(Calon) Bosku Ganteng Sekali




*dimuat di majalah Media Kawasan edisi April 2010




Fira deg-deg an. Ini wawancara terakhir yang paling menentukan apakah Ia diterima di perusahaan ini atau tidak. Kemarin Ia dipanggil untuk wawancara oleh bagian HRD. Proses interview berjalan lancar dan Fira mendapat respon positif. Ia yakin tidak lama lagi akan bekerja di perusahaan yang Ia incar. Tetapi Fira tetap merasa takut ketika Bu Linda, pihak HRD yang mewawancarainya mengatakan bahwa Ia harus datang lagi besok untuk menjalani tes dari pimpinan.
“Ceklek.” Bunyi suara pintu terbuka.


Cocroachophobia

      *dimuat di majalah Media Kawasan

         
         "Aaaaaaaaaa…!!”
          Renny berteriak histeris. Suara kikik-an menahan tawa terdengar tak jauh dari sana.
“Lenaaaa! Awas kamu!” Ketika Renny bermaksud menghampirinya, seekor makhluk kecil yang tadi sempat menghilang tiba-tiba muncul lagi di hadapannya. Jeritan yang sama pun terdengar lagi. Tapi kali ini bukan suara mengikik yang terdengar, melainkan derai tawa yang panjang....
          Salah satu sahabatku bernama Lena. Diantara sahabatku yang lain, Lena paling pemberani. Tak ada yang ditakutinya. Ehm, maksudku, kami belum menemukannya. Dan ini membuat kami terjebak oleh keisengan yang dilakukan Lena. Contohnya si Renny tadi. Lena sengaja melepaskan seekor kecoak tak jauh dari tempat Renny berdiri. Alhasil, Renny yang sangat takut pada kecoak pun kaget dan berteriak.
          Beda denganku, aku sangat takut dengan hal-hal yang berbau ghaib. Jangan coba-coba mengajakku nonton film horror. Sejak dikerjai Lena tiga bulan lalu, kali ini setiap mau nonton di bioskop harus aku yang membeli tiketnya.

Sunday, September 19, 2010

Being Dirty I Like

Saya punya cerita.
(Cerita ini sedikit banyak menginspirasi saya menulis cerpen Si Simpel Delly)

Dulu pas saya ngekos, saya punya banyak teman kos dirumah itu. Enaknya ngekos disana, kos-kosnya nggak sebatas kamar aja. Ada ruang tivi yang bisa kita pakai sama-sama.
Salah satu teman kos menempati kamar yang paling besar. Biayanya juga lebih besar, pastinya. Saya selalu kagum kalau masuk kamarnya karena kamarnya selalu dirawat bersih dan wangi. Kamarnya benar-benar ditata rapi. Setiap orang yang masuk kesana pasti betah.

Tapi, nggak ada yang nyangka bagaimana kelakuannya kalau di luar rumah, tepatnya di ruang tivi saat kita lagi nonton bareng. Asli itu orang yang paling 'nyampah' diantara kita semua. 

Sehabis nonton, bantal sofa yang dipakai untuk bersandar nggak pernah dikembalikan lagi ke tempatnya. Terus, kalau dia bawa makanan bungkus, sudah dipastikan bungkus bekas makanannya masih ada disana beserta piring dan sendok kotornya. Walhasil orang yang duduk disitu setelah dia pasti merasa risih dan mau nggak mau merapikannya.
Betapa kontrasnya! Ruang kamar dia begitu rapi dan bersih. Siapapun tahu orang itu paling anti bawa makanan ke kamarnya. Kenapa? karena dia nggak pingin kamarnya kotor! Tapi dengan santainya ia mengotori tempat lain. Kami geleng-geleng dibuatnya.

Dengan nada yang hati-hati supaya nggak menyinggung, saya bicarakan ini padanya. Sambil cengengesan dia bilang "maap, kak..lupa. hehe.." ('kak'? maklum, saya lebih senior, hehe..)
Tapi kog kalo merapikan kamarnya nggak pernah lupa ya? #heran

Orang seperti ini, saya jamin -walaupun saya jarang melihat dia diluar rumah kos- pasti sering buah sampah sembarangan. Dimana pun. Entah itu sampah besar atau kecil, yang namanya sampah ya sampah. Kalau bungkus permen? tisu bekas? pulpen macet? puntung rokok?? Itu lagi. Saya nggak perlu menghitung berapa jumlah orang yang saya pergoki buang sampah sembarangan setiap harinya, mau itu di angkot, di jalan, di kereta, bus, terminal!, sekolah, kampus, kantor? dimana-mana. Itu bukan lagi pemandangan yang wah. Biasa. Benar-benar biasa..walaupun sampai detik ini setiap melihat orang melakukan itu hati saya kesal dibuatnya. Tidak sayangkah kalian pada bumi tempat kalian berpijak?

Lihatlah betapa minim kesadaran masyarakat kita akan lingkungannya. Seorang ibu membiarkan anaknya membuang sampah melalui jendela kendaraan pribadinya, sementara dia marah-marah saat anaknya meninggalkan sampah di atas meja tamu di rumahnya sendiri. Mengapa justru di tempat umum, di tempat 'milik bersama' atau justru malah di tempat 'bukan milik siapa-siapa' itu anda bertindak seenaknya?

Bukankah ini terbalik? Bukankah ini yang dinamakan egois?

Saya tidak munafik, jujur saya pun terkadang kotor. Sebut saya jorok, sebut saya berantakan. Memang, kamar saya terkadang seperti kapal pecah. Sampah-sampah seperti tisu, plastik, kertas berserakan dimana-mana. Tapi, itu sebatas kamar saya saja. Diluar batasan itu, saya tidak menyampah. Saya bertindak seenaknya di dalam kamar saya. Terus terang, saya terkadang malas setiap hari harus membersihkan kamar. Tapi dalam hal ini, siapa yang dirugikan? Saya sendiri.

Paling tidak, saya berusaha tidak merugikan orang lain.

Saya beruntung memiliki orangtua yang sangat peduli akan hal ini. Saya teringat ketika dulu sewaktu ayah saya masih sering mengendarai mobil, kami sekeluarga selalu pulang kampung saat lebaran. Persediaan makanan yang banyak membuat sampah kami mengumpul dan tak cukup lagi ditampung di tong sampah kecil yang kami sediakan di mobil. Plastik pun terbatas, sehingga sampah-sampah itu berserakan di antara kaki-kaki kami. Ayah marah ketika kami mencoba membuangnya lewat jendela. "Memangnya kamu tau sampah itu akan mendarat di tempat sampah? Kalau tidak bisa menjamin, jangan sekali-kali kamu lakukan."
Baru setelah mobil berhenti, kami mengumpulkannya dan membuangnya di tempat yang sepatutnya.

Jika tas ibu saya anda buka, terkejutlah anda melihat isinya penuh dengan tisu-tisu yang sudah setengah pakai alias sudah dipakai tetapi masih bisa dipakai lagi. Selain beliau peduli lingkungan, ia juga orang yang irit. Selain tisu-tisu itu, akan kalian temukan juga beberapa bungkus permen dan beberapa bungkusnya saja, tanpa permen. Jika saya marah karena ibu tidak membuangnya, ibu bilang "Maaf sayang, ibu suka lupa. Waktu itu nggak ketemu tong sampah, sih. Kamu tolong buangin ya. Ingat, harus di tong sampah."


Jorok? Biarin.


This is being dirty that I like. 

Monday, September 13, 2010

Roh Pohon Mangga

* dimuat di  majalah Media Kawasan edisi Desember 2010


Erna baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya hanya dibalut handuk berwarna pink. “Huahh..” Ia terlihat lega sekali. Beban letih karena aktivitas hari ini menguap setelah sekujur tubuhnya direndam air hangat. Erna tau mandi malam tidaklah baik untuk tubuhnya, karena efeknya baru terasa dikemudian hari, ditandai dengan perasaan nyeri pada tulang. Namun Ia lakukan hanya dalam keadaan terpaksa, jika suatu hari begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukannya, yaitu jika pesanan catering ‘membludak’, seperti hari ini. Dan, tentu saja mandi malam harus menggunakan air hangat.
Ia melihat jam dinding dikamarnya. Tepat pukul 12 malam. Ia harus segera tidur dan mengumpulkan energinya untuk beraktivitas lagi besok pagi.
“Prang!” Suara dari ruang TV mengejutkan Erna. Ia lekas mengenakan baju seadanya dan menghampiri sumber suara.


Tuesday, August 31, 2010

Cinta itu Cantik

          Rendy berulang kali melirik jam dinding di kelasnya. Bel istirahat masih sepuluh menit lagi. “Hhh…!” Rendy menghela napas. Sangat berat rasanya. Bagi siswa sekolahan, tak terkecuali Rendy, sepuluh menit sama dengan satu jam. Apalagi ditemani oleh guru yang paling membosankan, atau guru killer!
       Rendy akhirnya memutuskan untuk mencuri pandang pada Donna. Memandangi Donna sungguh membawa angin kesejukan yang menyapu hatinya di saat seperti ini. Tetapi ternyata bukan hanya Rendy satu-satunya orang yang merasakan angin kesejukan itu. Ketika dia berusaha mencuri-curi pandang pada Donna, pria-pria lain dikelasnya sudah lebih dulu memandanginya. Bahkan secara terang-terangan
           Bagaimana tidak, Donna sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan mulus. Badannya ramping. Ia juga sangat ramah dan sederhana. Pria manapun pasti tergila-gila padanya. Donna sudah menjadi primadona kelas, bahkan primadona sekolah sejak mereka semua hadir di acara penerimaan siswa baru.